Tuesday, February 5, 2019

sepertinya tempatku bukan disini

ketika semua kataku tak lagi kau dengar
semua ucapanku adalah dusta bagimu
hadirku tak lagi membahagiakanmu
keluh kesahku berubah menjadi angin lalu
ceritaku hanya seperti gula pada kopimu
bila pahit terasa, kau nista
bila nikmat kau rasa, tiada pujian terucap
kau menutup telingamu ketika semesta bersabda
melalui anak-anaknya yang hina dina di matamu
kau masih dapat tergelak terbahak-bahak
saat aku menanggung dosa-dosamu
kudengar mulut gatalmu tetap asyik menggunjing
sementara aku merengek memintamu berhenti
cibir dan dongkol kawan-kawanmu tak mampu menggugahmu
bercermin kau enggan
kalaupun kau mau, seperti Narkissos kau akan bercermin—mencintai bayangmu sendiri, lalu mati hanyut bersama bayangmu

mungkin aku hidup seperti bumbu pelengkap
aku tidak akan pernah menjadi bumbu penyedap
bagi dunia yang terasa seperti sajian hambar
dunia ini dan duniamu, akan tetap hambar,
dengan atau tanpa kehadiranku
semua sama saja
lalu,
untuk apa kau mencintai diriku yang tak ingin kau cintai?
untuk apa kau menginginkanku hadir dalam hidupmu?
untuk apa aku hidup?
untuk apa aku lahir?
untuk apa?

1 comment:

Unknown said...

Echtes Gedicht. Also kann ich, was hast du geschriebt, Ihnen fühlen. Was passiert, Jo? Und wie ist dein Fühlen nach diesem gedicht schreiben?

Post a Comment

 
;